Monday, December 12, 2016

LELAKI INI MUNGKIN TELAH KITA LUPAKAN






Shalawat Atas Nabi SAW


Apa yang Tuan pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu mengguratkan kepribadian selain kepribadiannya sendiri. Ia produk ta'dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari dalam panasnya dan menggetarkan jutaan bibir dengan sebutan namanya, saat muaddzin mengumandangkan adzan.


Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja-raja dunia iri terhadap kekokohan struktrur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Tak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah. Dalam kesibukannya ia masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian. 


Saat bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas jenayah seorang perempuan bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat jelata mereka tegakkan hokum atas-nya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya."


Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk --lebih dari satu dua kali -- berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia menjawab:


"Labbaik".


Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai "orang rumah".


Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia."Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian pesannya.


Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya (sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur'an, sunnah, hukum, peradilan, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa. Padahal, masa antara dua pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.


Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada mereka: "Jangan. Biarkan ia menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat tangannya, "Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun bersama kami." Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.


Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak, bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan, serta kamu miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung Madinah. Ia terima permohonan ma'af orang.


Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang, kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (sebutan bapak atau ibu si Fulan).


Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia sholat, ia cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan orang itu. Pada suatu hari dalam perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat mengawal kemahnya. Di tengah malam terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Para shahabat bergegas ke arah sumber suara.


Ternyata Ia telah ada di sana mendahului mereka, tagak di atas kuda tanpa pelana. "Tenang, hanya angin gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas.


Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata : "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."


Sungguh ia berangkat haji dengan kendaraan yang sangat seerhana dan pakaian tak lebih dari 4 dirham, seraya berkata,"Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya dan sum'ah." Pada kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.


Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat do'a yang takkan ditolak dan aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar nanti."


Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."


Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran juwanya.

Pertama, Allah, Sumber kekuatan yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, shahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta. Kedua, Ummati, hamparan akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan diukirnya.


Ya, Ummati, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta, menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS 33:56 ), justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut,


"Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."


Allahumma shalli 'alaihi wa'ala aalih !
Oleh KH. Rahmat Abdullah

Friday, December 9, 2016

BAJU 20 KANCING





 لأخي محبوب

 Untuk saudara kami yang dicintai,

"Apa pendapatmu jika seorang pemegang amanah itu gagal melaksanakan tugas yang diberikan ?"
" Pada pendapatku, kita tukar sahaja orangnya"


Ya. Begitulah amanah dakwah ini. Telah berlalu umat umat terdahulu, silih berganti memikul amanah yang sering gagal dilaksanakan 
.
Sehinggakan ketika tiada bangsa manusia yang ingin mengangkat tangan dan berkata, "akulah orangnya" maka Allah swt menyerahkan tugas ini kepada umat lain.


وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

6:38


Ketika mana Arab jahiliah Mekah enggan melindungi Kaabah dari serangan Abrahah dan tentera tenteranya, maka Allah swt hadirkan ababil.

Ketika mana Quraisy di Mekah dan penduduk Thoif berpaling daripada seruan Rasulullah, maka Allah hantarkan jin jin untuk mendengar bacaan firmannya lalu mereka mendakwahi kaum mereka.
Ketika Masyarakat Mekah mengusir Rasulullah kerana tidak mahu beriman dan dimuliakan dengan risalah ini, maka Allah swt telah mengangkat masyarakat Madinah untuk menjadi sebaik baik masyarakat.

Ketika mana bangsa Arab sudah pun senang lenang dan menguasai dunia sehingga tanggungjawab mula dilupakan, lalu kepimpinan umat diserahkan kepada orang Ajam.


Begitulah baton silih berganti, diberikan kepada orang yang mahu, sanggup dan layak.
Hari ini, baton telah sampai ke tanganku dan tanganmu. Apakah kita akan melepaskannya atau memacu bersamanya?

Ayuh akhi ,

Jangan biarkan diri kita terhina kerana terpaku dengan dunia, lemah hamasah dan malas berjuang sehingga Allah menggantikan dengan orang lain.


Perhatikan ayat ayat-ayatNya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

5:54


إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

9:39


هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ ۖ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ ۚ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ ۚ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.

47:38


Ayuh berangkatlah. Seorang pejuang itu bajunya hanya satu kancing. Bukan 20 kancing. Dadanya bersedia pada bila bila masa sahaja untuk dijadikan tampanan peluru.

Jiwanya berada di tangan, bukan dalam sangkar. Ketika dikatakan,

" Mana jiwamu?"

Lantas dia menghulurkan tangan dan berkata 
" Ini dia"

Dia pun mara dan syahid bertemu Allah swt. Bukankah syahid di jalan Allah adalah nasyid yang kita ulang ulangkan suatu ketika dahulu?

Monday, December 5, 2016

HAHUNA QO'IDUUN




Kadangkala kita kagum dengan peribahasa Melayu yang banyak mengungkapkan maani al-Quran dengan komprehensif. Setelah meneliti beberapa ayat ayat Quran dengan panduan dan petunjuk dari masyaikh yang telah mendahului kami dan juga dengan pengalaman berbahasa, di sana kami dapati ada keseimbangan yang indah antara maksud al-Quran dengan mesej mesej ungkapan daripada bahasa Melayu yang tersimpan seribu satu pengajaran.

Umpamanya,
Di mana ada kemahuan di situ ada jalan.

Dalam firman-Nya, Allah swt mengisyaratkan bahwa barangsiapa yang bersungguh sungguh, bermujahadah atas jalan menuju redha-Nya, nescaya Allah akan tambahkan baginya petunjuk, huda dan dimudahkan urusan urusan menuju jalan tersebut.

Ia bermula dari individu. Dari kemahuan.


وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

Al-Ankabut, 29:69


Barangkali kaedah yang tidak berapa tepat ini juga terpakai untuk hal-hal yang sebaliknya. Jika tidak mahu, maka bertambah tambahlah rasa tidak mahu itu.

Ketidakmahuan itu berasal dari diri sendiri.

Di jalan dakwah, betapa pentingnya kemahuan. Ia diungkapkan sebagai iradah dalam bahasa yang lebih dekat bagi abna' tarbiah. Orang yang kuat kemahuannya sering kali disebut memiliki iradah qowiyah. Jika ada iradah maka jalan jalannya insya Allah akan dimudahkan.

Sungguh dari turun dan naiknya kemahuan ini telah lahir banyak penyakit yang menimpa aktivis dakwah. Umpamanya, ketidakmahuan berangkat memenuhi seruan Allah dan Rasul yang menghidupkan, menyebabkan sebahagian aktivis memilih untuk duduk, tinggal bersama orang yang tinggal.

Ust Dr Sayyid Muhamad Nuh dalam karyanya, 'afatun' ala thoriq berkongsi ilmu dan pengalaman dengan kita tentang penyakit yang beliau namakan sebagai qu'ud, yakni duduk dan tinggal.

Ia merupakan penyakit yang menghidapi para aktivis dakwah. Rasa malas untuk berangkat, lebih senang di rumah dengan isteri yang solehah, mahupun perniagaan yang menguntungkan ataupun anak-anak penyejuk mata. Barangkali juga mereka memilih untuk tinggal, qu'ud kerana sudah lama tertindas sehingga iradahnya untuk keluar dari penindasan sudah ke kuburan.

Sehinggakan tinggal dan duduk menikmati saki baki kehidupan lebih mereka cintai berbanding memburu salah satu daripada dua kemenangan yang Allah swt janjikan.

Alangkah indahnya jika di kesempatan yang terbatas ini kita renungkan sejenak beberapa komentar Allah swt terhadap mereka yang tidak mahu berangkat;

وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَٰكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu".

At-Taubah, 9:46


Firman Allah di atas secara asbab nuzul merujuk kepada sebagian muslim di zaman Madinah yang enggan untuk berangkat ke peperangan Tabuk. Ekoran itu, Allah swt menambah-nambah rasa berat dalam diri mereka itu sehinggakan mereka termasuk dalam kalangan orang yang duduk, ma'a qa'idiin.

Alangkah hinanya anak-anak islam yang sepatutnya ke depan menerkam musuh bak singa kelaparan akhirnya memilih untuk dijinakkan seperti kijang pengecut kerana katil yang empuk, rumah berhawa dingin mahupun masakan yang memenuhi pinggan.

Saudara kami yang kami cintai,

Marilah berangkat bersama, berpegang teguh dengan tali Allah, mara menuju ke medan yang sebenarnya. Ke medan amal yang kita sama-sama yakini, sebagaimana kita suatu ketika dahulu pernah berlari bersama.
Sekali lagi dengan suluhan wahyu daripada Al-Quran, jika kita meneropong jauh beberapa abad ke belakang, sebelum berlakunya peristiwa keenganan munafiqiin untuk sama-sama berangkat dalam ekspedisi Tabuk di zaman Rasulullah saw, Quran telah terlebih dahulu menceritakan perihal Bani Israel di zaman nabi Allah, Musa as yang mempunyai penyakit yang sama.


Sebagaimana firman  Allah swt,
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا ۖ فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ

Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja".

Al-Maaidah, 5:24

Inilah respond dan jawaban kaum bani Israel setelah diajak masuk ke Baitul Maqdis. Bukan sahaja tidak mahu, bahkan mereka dengan kurang ajar berkata kepada murabbi mereka,

“Pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kalian berdua…”

Lemahnya kemahuan. Lunturnya semangat jihad.
Ditambah lagi dengan kata-kata mereka,

“Kami hanya di sini, duduk-duduk sahaja”

Qaiidun..


Penyakit qu’ud, tidak mahu berangkat bukanlah rekasaya Ust Muhammad Nuh. Ternyata beliau tidak berbicara tanpa basis. Tetapi ia penyakit turun temurun. Bukan kerana seseorang itu berbangsa Israel, atau Arab, atau Ajam, tetapi kerana pada diri mereka adanya ketidakmahuan. Ia adalah sunnahtullah berbentuk social.

Jika tidak dirawat akan menular.

Kedua-dua kisah ini dibentangkan di hadapan kedua anak mata kita hari ini, ternyata merupakan teguran khas untuk kita yang selesa duduk-duduk.


Semoga Allah swt kurniakan kepada kami dan kalian kekuatan untuk sentiasa sudi berangkat dan bersegera untuk berangkat. Tatkala orang sudah tidak lagi memandang pada pembentukan rijal sebagai solusi, semoga kita terus berpegang dengan fikrah ini. Tatkala orang sudah hilang keyakinan kepada tarbiyah sebagai solusi, kita bermunjat semoga terus menjadi anak-anak tarbiyah yang ke depan, membawa perubahan, meninggalkan rumah dan keselesaan di belakang.