Tuesday, October 24, 2017

INTERAKSI DENGAN QURAN





Tanah yang kering dan tandus ekoran tiada air sebagai sumber hidupan, setelah menjadi tadahan hujan akan menumbuhkan pokok-pokok dan akhirnya berubah menjadi semak dan hutan dengan izin Allah SWT. Proses terbentuknya hutan ini telah dikaji dan diperjelas dengan terperinci oleh pakar yang berkaitan, dalam konsep yang dinamakan ‘succession’[1].

Mana-mana tanah sekalipun, secara umum akan menjadi subur dan tempat tumbuhnya tumbuhan yang beraneka jenis apabila disirami air hujan. Ini merupakan satu fenomena yang kita sering lihat dekat dengan kita. Sebagai tamsilan, apabila kawasan yang lapang di rumah kita mengalami kekeringan kerana musim kemarau, akhirnya rerumput atau tumbuhan di situ akan mati. Namun, apabila hujan mulai turun, rerumput mulai kembali tumbuh.


Tanah yang dibiarkan subur dengan air hujan, yang menumbuhkan hutan mempunyai manfaat yang banyak buat manusia secara khususnya dan kepada ekosistem alam secara umumnya. Namun, perhutanan tidak sama dengan pertanian. Apabila tanah dibiarkan ‘interaksi’ alamnya dengan air hujan tanpa campur tangan petani atau orang yang menguruskan tanah itu, yang terbentuk adalah hutan.

Tetapi apabila kejadian ini diurus dengan betul, dikawal-selia oleh seseorang yang kita sebut sebagai petani, tanah itu akan menjadi ladang pertanian yang sudah pasti manfaatnya jauh lebih besar buat manusia. Petani akan menyediakan benih yang sesuai, mengawal sukatan air, dan menyelia tanah supaya dapat mengeluarkan hasil yang diperlukan oleh manusia. Kadangkala, para petani terpaksa mencabut tumbuhan yang tidak diingini supaya tidak menganggu aktiviti pertanian yang dihajati.


Nah, inilah yang berlaku, antara interaksi manusia dengan al-Qur’an.


Seseoang yang ingin berinteraksi dengan al-Qur’an boleh mendapatkan sumber pelajaran dari pelbagai sudut dan bentuk serta dengan siapa-pun. Insya Allah, interaksinya itu akan memanfaatkan dirinya secara umum, akan menghidupkan hatinya dan menjadikan dia seorang muslim yang lebih komited dengan suruhan-suruhan Allah SWT. Namun begitu, ia akan tumbuh dengan pelajaran-pelajaran al-Qur’an bak hutan, memberi manfaat secara umum. Ia tidak mampu menghasilkan ‘pertanian’. Untuk menjadikan diri kita dibentuk dengan sempurna melalui al-Qur’an, kita perlukan methodolgy atau manhaj yang betul. Termasuklah dalam methodolgy ini ialah ;


1)      Interaksi yang bertahapan mengikut kesesuaian. 
2)      Interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan yang terancang. 
3)      Interaksi yang diselia oleh seseorang yang berkelayakan. 
4)      Interaksi melalui sarana yang pelbagai dan bersesuaian. 
5)      Ada suasana yang membantu interaksinya 
6)      Ada seseorang yang mengenali dirinya dengan dekat untuk membantu interaksinya dengan al-Qur’an.


Kesemua ini tidak akan dapat dilakukan sekiranya kita mendapatkan pelajaran al-Qur’an dari sekelian cara sama ada melalui kuliah di masjid, Ceramah di YouTube dan lain-lain sumber yang kita sendiri tidak jelas tahapan kita, tujuan-tujuan kita, tidak ada penyeliaan dan paling penting tidak ada suasana yang membantu untuk kita beramal setelah interaksi kita.

Namun, penulis tidak menafikan adanya kebaikan-kebaikan melalui pelbagai cara kita mendapatkan pelajaran al-Qur’an seperti tersenarai di atas terutamanya untuk peringkat individu. Cumanya, ia tidak mampu memberikan lebih daripada itu.

Apabila para sahabat belajar interaksi al-Qur’an dengan Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bertindak seolah-olah sebagai seorang ‘petani’. Setiap sahabat itu merupakan hasil tani, menjadi ‘pokok-pokok’ tertentu yang bermanfaat untuk masyarakat muslim secara keseluruhan, bukan hanya manfaat peribadi masing-masing. Tidak hairanlah, al-Qur’an menyifatkan mereka seperti tanam-tanaman;


مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar
(Al-Fath :29)


Inilah methodolgy ataupun manhaj interaksi yang hilang dalam kalangan umat kita hari ini.


*Petikan buku Berinteraksi Dengan Quran [BDQ]


[1] Succession-Wikipedia

Monday, October 23, 2017

13 ALASAN ELAK JADI MURABBI



Oleh : Cahyadi Takariawan

Dari survei kecil yang saya lakukan terhadap peserta Daurah Murabbi di beberapa tempat, ada 13 alasan mengapa kader tidak memiliki binaan.

Berikut 13 alasan tersebut sekaligus 13 jawaban yang saya berikan.

1. Tidak PD (percaya diri) menjadi Murabbi

Alasan : Saya akan membina siapa? Tidak mungkin ada orang yang mau saya bina.

Jawaban : Masyarakat Indonesia ada 240 juta. Mereka memerlukan Murabbi. Banyak yang mau dibina.

2. Tidak Pantas Menjadi Murabbi

Alasan : Saya belum pantas menjadi Murabbi. Yang lain saja, masih banyak yang lebih pantas dibanding saya.

Jawaban : Menjadi Murabbi itu sekaligus membina diri. Nanti akan berproses bersama mutarabbi menjadi lebih pantas lagi.

3. Tidak Mengerti Cara Membina

Alasan : Saya tidak tahu bagaimana cara membina dan cara mengelola halaqah.

Jawaban : Makanya ikut Sekolah Murabbi. Di situ diajarkan semuanya.

4. Stok Materi Terbatas

Alasan : Saya tidak punya banyak materi. Stok materi saya sedikit.

Jawaban : Sudah banyak buku, DVD dan file materi Tarbiyah. Tidak akan kekurangan stok.

5. Bacaan Qur’an Belum Bagus

Alasan : Bacaan Qur’an saya jelek. Malu saya nanti kalo pas liqa, masa’ murabbi bacaannya jelek.

Jawaban : Bacaan Qur’an bisa diperbaiki asalkan mau belajar.

6. Menunggu Kalau Sudah Baik

Alasan : Saya belum baik. Masih banyak kekurangan dalam diri saya. Nanti saja kalau sudah lebih baik baru saya menjadi Murabbi.

Jawaban : Menjadi Murabbi membuat antum lebih baik. Mulai saja membina.

7. Sangat Sibuk

Alasan : 13 S (Saya sungguh-sungguh sangat super sibuk sekali sampai-sampai selalu sulit selesaikan semuanya)

Jawaban : Kegiatan liqa sepekan sekali, tiap pertemuan cukup dua jam. Kita punya waktu 168 jam tiap pekan. Antum masih punya banyak waktu.

8. Ingin Fokus ke Amanah Lain

Alasan : Saya sudah memiliki amanah dakwah yang lain. Biar saya fokus di situ

Jawaban : Menjadi Murabbi itu bisa dikerjakan bersamaan dengan amanah lain.

9. Tidak Bisa Ceramah

Alasan : Saya kalau berbicara monoton. Tidak menarik. Tidak bisa orasi.

Jawaban : Membina itu dengan hati. Tidak dengan orasi.

10. Tidak Punya Fasilitas

Alasan : Saya tidak punya motor dan sering kehabisan pulsa. Ini menyulitkan dalam menjalankan kegiatan halaqah.

Jawaban : Biar mutarabbi antum yang menghubungi atum dan datang ke rumah antum.

11. Malas

Alasan : Rasanya malas banget harus mengurus mutarabbi. Mengurus diri dan keluarga saja belum beres.

Jawaban : Semoga dengan membina mutarabbi semakin membuat kita bisa mengurus diri dan keluarga.

12. Tidak Punya Alasan

Alasan : Apa ya? Saya tidak tahu mengapa saya tidak membina.

Jawaban : Sebagaimana antum tidak perlu alasan untuk tidak membina selama ini, maka antum juga tidak perlu alasan untuk membina. Mulai saja.

13. Alasan Ketigabelas

Alasan : Setelah saya baca 12 alasan yang antum sebutkan di atas, tidak ada yang sesuai dengan kondisi yang tengah saya hadapi.

Jawaban : Mencari alasan untuk tidak membina memang sulit. Maka segera saja membina.


Saturday, October 21, 2017

PEOPLE OVER INSTITUTION






Kadang-kadang apabila kita meneroka terlalu lama dan dalam (in depth) dalam bidang kewangan islam, terdetik juga perasaan bahawa system ini atau aturan satu cabang dalam kehidupan ini terlalu ideal. Seakan-akan sukar untuk menghidupkan teori-teori yang dikaji, yang diceramahkan dalam bilik-bilik kuliah dan yang menghiasi artikel jurnal ahli akademik sekalian. Misalannya, konsep perjanjian dalam proses menjayakan sesuatu urusniaga yang patuh syariah.


Apabila pinjaman mahupun loan tidak lagi diizinkan kerana unsur ribanya, maka operasi-operasi ini secara teknikal diubah menjadi jual beli. Ia menjadi masalah apabila urusan jual beli ini bukan sehala semata-mata, tetapi melalui beberapa peringkat. Sebagai contoh, seorang yang berhasrat untuk membeli sebuah kereta dengan pengedar yang sudah tentu tidak mempunyai cash yang mencukupi, kini tidak boleh sewenang-wenang pergi ke bank dan membuat pinjaman pembiayaan belian kereta.

Sebaliknya prosesnya menjadi seperti; 

1)      Pembeli menyatakan hasratnya untuk membeli kereta berkenaan kepada pihak bank

2)      Pihak bank bersetuju untuk ‘bantu’ belikan terlebih dahulu daripada pengedar dan kemudian menjual kepada pembeli dengan bayaran ansuran beserta mark-up . 
3)      Pembeli akan membeli dari pihak bank seperti yang dijanjikan setelah bank terlebih dahulu membeli dari pengedar. 


Dalam kes di atas, sekurang-kurangnya terdapat dua peringkat jual beli. Ini semata-mata dilakukan untuk mengelakkan jalan riba.



Namun perasankah kita, bahawa ada kelompongan dalam proses ini yang mungkin merugikan sesetengah pihak. Sebagai contoh, sekiranya step ketiga akhirnya tidak berlaku kerana pembeli mungkir janji. Bukankah bank akan bersedih atas urusniaga yang mengecewakan itu?


Betapa sebenarnya kita memerlukan bukan sahaja teori kewangan islam yang baik, tetapi kita perlukan juga orang-orang islam yang jujur dan tidak mungkir janji untuk menjayakan keseluruhan aturan hidup yang indah ini. Alangkah idealnya!


Perjanjian dalam menjayakan jual ini dalam dunia kewangan islam dijenamakan sebagai wa’d, mengambil term arabnya yang mungkin dengan itu menonjolkan ke’islam’annya. Mungkin!

Jadi, isu kebarangkalian berlakunya ketidakjujuran dalam pelaksanaan urusniaga ini telah menyebabkan para pakar berbincang panjang, apakah perjanjian ini mengikat si pemberi janji atau tidak. Kita beriman bahawa orang yang munkir janji menempuh azab di akhirat. Namun, sanggupkah entity bernama bank itu tunggu keuntungan di hari akhirat?


Wa’d atau unilateral promise merupakan suatu janji yang dibuat oleh satu pihak kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu perkara. Para ulama berpendapat bahawa memenuhi janji adalah wajib dari segi agama, namun mereka masih mempunyai pandangan berbeza di dalam menentukan sama ada wa’d bersifat mengikat atau tidak. (Shofian 2008)


Akhirnya kita akur, di hadapan proses-proses ini bahawa, betapa pentingnya untuk mewujudkan Islamic man, orang islam yang mempunyai worldview islam, kerangka pemikiran islam yang dinamakan fikrah islam, sebelum kita duduk berhari-hari dalam seminar yang membosankan memikirkan pembangunan instrument dan institusi. Kerana jika pelaksana yakni modal insannya tidak cukup islam, janganlah diharapkan system ini menjanjikan kebahagiaan yang berpanjangan.

Namun, siapakah yang peduli akan pandangan kami yang hingusan ini.

Monday, October 2, 2017

SIMBOL DAKWAH YANG HILANG


Simbol Dakwah Yang Hilang


Al-Imam Tirdmizi meriwayatkan sebuah hadis ;


لا تكونوا إمعة


-Janganlah kamu menjadi ima'ah

Yang mana Sheikh Albani mengkategorikan hadis ni sebagai dhaif. Yang sahihnya, ia merupakan kalam Ibn Mas'ud ra.

Namun begitu, makna athar ni sangat benar dan sahih manfaatnya. Kalam yang ringkas mengandungi pelajaran yang mutiara wabil khusus buat para duat ilaLlah.

Ia bermaksud, janganlah kamu menjadi orang yang ikut-ikutan.

Perkataan إمعة bermaksud secara mudah pak turut atau 'yes-man'. Ia berasal dari perkataan مع iaitu bersama, dalam erti kata menurut orang, suasana atau keadaan yang bersama dengannya.

Hari ini sebahagian besar umat islam telah hilang identiti & fikrah islam mereka kerana menjadi pak turut, إمعة.

Lebih sedih, para duat ilallah juga telah larut dengan teman mereka, suasana yang membersamai mereka sehingga sudah tenggelam simbol dakwah dan islam yang kononnya dibawa dan dipelajari dalam pertemuan tarbiyah mereka.

Mereka menggelar diri daie. Dalam halaqah mereka lain. Ketika bersama ikhwah, kelihatan mereka paling syadid dan dekat sunah nabi. Dalam pertemuan tarbiyah mereka dilihat yang paling aqrab dengan kitab Allah. Dalam sesi mabit barangkali sujud mereka paling lama dan panjang.

Namun, begitu ia bersama lingkungan yang tidak solehah, langsung dia bertukar, larut persis gula dalam air yang panas. Ia tidak menampakkan lagi keterbezaannya. Ia takut dengan risiko. Bekal-bekal tarbiyah yang dicedok tidak mampu men-supply- keberanian buatnya.


Di tempat kerjanya, tidak kelihatan dia berbeza dengan orang awam lain. Di kuliah, dia sama sahaja dengan orang yang tidak pernah hadiri daurah. Di hostel pun begitu.

Alangkah menyedihkan.

Simbol dakwah dan fikrah islam yang sepatutnya menjadi aset yang diperjuangkan tidak lagi kelihatan padanya. Sehingga kewujudannya tidak mengesani teman-temannya.

Semoga para ikhwah diberi kekuatan untuk tidak tergolong dalam kalangan إمعة. Sebaliknya terus berbeza dalam kerjaya, hobi, masa lapang, masa cuti, bersama siapa & di mana jua..

Sesungguhnya penulis sedang bercermin ke diri sendiri. Kerana untuk diriku la yang pertama-tama kutujukan nasihat dan barangkali ancaman ini!

Sunday, October 1, 2017

FASTAQIM 89

 


Rasanya hari-hari terawal bersama tarbiyah lagi kisah sosok syeikh ini telah pun dihidangkan kepada kami oleh abang-abang. Cerita tentang sosok yang sanggupkan diri dan masa depannya disusun oleh dakwah. Fuh, bukan calang-calang kisah.

Masih segar dalam ingatan.

Dalam pertemuan tarbiyah bebentuk seminar yang berkala bulanan. Topik yang didiskusikan ialah berkenaan tujuan hidup. Tentang bagaimana sebenarnya kita memposisikan diri kita dalam kehidupan ini. Tentang sebenanrnya kita semua ini ada tujuan hidup, bukan diciptakan sia-sia. Kita semua tahu manusia adalah sebaik-baik ciptaan. Tetapi bila ditanya,

“Sebab apa kita hidup”

“Kalau esk kita dah tahu kita akan mati, kita nak buat apa hari ini?”

“Sebab apa belajar amik medik?”

“Sebab apa pilih kos ni?”


Dan soalan-soalan seumpamanya, kita terpinga-pinga. Adoya.


Tetapi tidak untuk syeikh al-kareem yang kita maksudkan ini. Dia telah menggabungkan dirinya dengan gerakan dakwah sejak usia bangku sekolah lagi. Sungguh jelas, nak buat apa dalam hidup. Tatkala masa kita berumur 12 tahun rasanya dahulu masih lagi tenggelam dalam dunia bablade dan kreta ‘desh’ (?). bergantung kepada generasi. Kalau yang lebih senior, mungkin dunia dragon Ball, Naruto atau jika lebih junior dunia Wechat dan seumpamanya.


Syeikh dikatakan merupakan antara pelajar paling cemerlang ketika tamat pengajian menengah. Sebelum melanjutkan kuliah di peringkat lebih tinggi, ibtida’iyyah ataupun asasi , beliau telah merujuk Imam Hassan al-Banna berkenaan halatuju yang patut beliau ambil.


Bayangkan, dengan results sekolah yang cemerlang seperti ini, tak usahlah difirkikan lagi. Itulah mungkin cara pemikiran kita. Jika cemerlang, aim sahaja course yang menjanjikan peluang pekerjaan yang lumayan gajinya. Jadi doktor atau engineer!


Tetapi akhirnya Sheikh telah dinasihatkan untuk mengambil jurusan Pelajaran Fizik atau Physical Education. Bukan sains majoring in Physics tetapi bidang Pendidikan, pemfokusan dalam Fizikal. Atau bahasa mudahnya, jurusan yang akhirnya antara karier yang sesuai adalah Cikgu Pendidikan Jasmani. Cikgu PJ!. Jika kita di posisi beliau, sudah pastilah rungutan yang keluar atas nasihat yang agak tidak masuk akal itu.


Tetapi tidak untuk syeikh. Atas thiqah (kepercayaan) kepada nasihat sang Imam yang diyakini pastinya nasihat itu berlandaskan maslahah untuk dakwah yang dia imani. Dan hikmah akhirnya tersingkap. Pada tahun 1948 ketika meletusnya Perang Arab-Isarel, Ikhwan menghantar sebilangan besar sukarelawan untuk turut bejihad mempertahankan Palestine dan Sheikh dikatakan antara individu yang terlibat memberi latihan fizikal dan kecergasan kepada para sukarelawan.

Subhanallah.


Itulah Sheikh Mehdi Akif yang kami kenali barangkali sejak hari-hari pertama mengikuti tarbiyah ini. Beliaulah yang kita tangisi beberapa hari yang lalu, kembali kerahmatullah, menemui Rabbul Izzati di usia 89 tahun , dalam penjara Mesir, di bawah pemerintahan kuku besi Fattah as-Sisi.

89 tahun istiqomah. Kisah perjuangan yang bermula sejak bangku sekolah. Sebahagian ikhwah ada yang berpandangan, ‘kalau la kita suatu hari nanti dak tak aktif pun, insya Allah sekurang-kurangnya kita dah ada fikrah islam, tak kan kita pilih jahiliyyah kot’.

Kenapa dialog ini keluar?


Mungkin kerana penat dengan aktiviti dakwah, walhal baru setahun jagung cuba beramal dengan ayat Quran. Malunya kita dengan Syeikh. Inilah tokoh Fastaqim yang kita idamkan mutakhir ini.

Oleh itu ikhwahku, doakanlah semoga kita menurut jejak langkah almarhun Sheikh Mehdi Akif yang menapaki jalan dakwah buat sekian lamanya dan mati atas jala ini.